LONDON, KOMPAS.com — Prof Kacung Marijan dan Wahidah Zein Siregar, PhD dari Surabaya, Jawa Timur, tampil sebagai pembicara dalam forum politik terhormat di London, Inggris, baru-baru ini.
Mereka "berpolitik" dalam konferensi Political Studies Association, perkumpulan ilmuwan politik pertama di dunia itu.
Prof Kacung Marijan adalah Guru Besar Ilmu Politik Universitas Airlangga Surabaya, sekaligus salah satu Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Kepada koresponden Antara London, Sabtu (23/4/2011, Kacung mengatakan, dirinya bersama dosen sosiologi IAIN Sunan Ampel Surabaya, Wahidah Zein Siregar, PhD, menjadi pembicara dalam konferensi yang diikuti 500 orang dari 50 negara itu.
Kacung Marijan menyampaikan makalah berjudul Electoral System and the Marketization of Politics: The Indonesian Experience. Sementara makalah Wahidah Zein Siregar berjudul Electoral System and the Presentation of Women in Indonesia’s Parliament: Comparison between the 2004 and the 2009 Election.
Baik Kacung Marijan maupun Wahudah berpendapat, perubahan sistem pemilu dari semiproporsional terbuka menjadi sistem proporsional terbuka pada Pemilu 2009 membawa perubahan yang sangat berarti di Indonesia.
Perubahan sistem itu telah membawa pemilu di Indonesia seperti pasar. Baik partai maupun politisi seperti para penjual barang yang berebut menawarkan barang dagangannya kepada para pembeli.
"Akibatnya, kompetisi menjadi sangat ketat," kata Kacung Marijan. Konsekuensinya, kompetisi bukan hanya antarpartai, melainkan juga antarcalon di dalam partai sendiri. Kompetisi itu berkonsekuensi terhadap semakin mahalnya biaya yang harus dikeluarkan oleh partai ataupun calon.
Perubahan itu, lanjut Kacung Marijan, juga berpengaruh terhadap posisi partai politik. Peran partai dalam memperebutkan suara pemilih berkurang. Sebaliknya, peran individu calon semakin besar.
Sementara Wahidah Zen Siregar berpendapat, perubahan sistem itu telah memberi kesempatan luas kepada perempuan untuk bersaing dalam memperebutkan kursi di DPR atau DPRD.
Menurutnya, perubahan ini telah membuat tambahnya jumlah perempuan di lembaga perwakilan rakyat. Meskipun demikian, Wahidah juga khawatir sistem itu membuat posisi anggota DPR mudah terancam. Hal ini terlihat dari banyaknya wajah-wajah baru anggota DPR 2009-2014.
Konsekuensinya, wajah-wajah baru ini harus lebih banyak belajar di dalam menjalankan perannya di DPR. Lemahnya kinerja anggota DPR dalam tahun-tahun terakhir ini, lanjut dia, tidak lepas dari banyaknya anggota DPR yang tidak berpengalaman.
Selain menghadiri konferensi di PSA, Kacung Marijan sebagai salah satu Ketua PBNU juga bertemu dengan pengurus NU dan Muslimat Cabang Istimewa Inggris yang menyampaikan salut atas perkembangan warga NU di Inggris dan berharap adanya kontribusi pemikiran untuk memperbaiki NU di Indonesia.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)