twitter
rss

JAKARTA, KOMPAS.com - Pergerakan zaman yang semakin dinamis menuntut para pelajar, mahasiswa, dan tenaga pengajar untuk mengikuti dan mengimbangi perubahan itu. Fokus pada prestasi akademik saja tidak cukup.
Perusahaan ketika merekrut karyawan tidak hanya melihat kecakapan akademis dalam pendidikan formal, karena pendidikan formal tidak membentuk seseorang memiliki soft skills.
-- Indrawan Nugroho

Saat ini, lingkungan pendidikan tak hanya dituntut menyajikan kecakapan secara akademis, tetapi juga kreatif dan memperkuat soft skills. Perlu adanya suatu motivasi untuk mendorong siswa, mahasiswa, maupun tenaga pengajar agar mampu mencapai itu semua.

"Cara memotivasi kreativitas sebenarnya akan muncul ketika ada gairah pada apa yang dilakukan. Ketika kita berharap seseorang mengeluarkan kreativitasnya, terlebih dahulu harus kita dorong gairahnya," kata Direktur Utama Kubik Training and Consultancy, Indrawan Nugroho, di acara "Menguak Revolusi SDM di balik Keberhasilan Bisnis XL", Kamis (5/5/2011) sore, di Jakarta.

Indra mengatakan, pendidik misalnya, harus mampu menunjukkan kepada siswa dan mahasiswa, bahwa apa yang mereka lakukan bukan semata-mata melakukan pekerjaan. Pendidik harus memperlihatkan, bahwa mereka mengerjakan sebuah misi, kecintaan terhadap sesuatu yang akan menjadi bahan bakar kreativitasnya.

"Maka, sebelum kita paksa atau minta untuk kreatif, kita sentuh dulu hatinya, supaya mereka tahu pekerjaannya adalah sesuatu yang mempunyai makna yang dalam. Ketika gairah itu sudah ada, maka kreativitas itu akan muncul dengan sendirinya," ujar Indra.

Menurutnya, soft skills dapat didorong dengan cara sederhana. Siswa atau mahasiswa harus ikut organisasi.

"Jangan hanya kuliah belajar dari kelas ke kelas, dari perpustakaan ke perpustakaan. Mereka harus keluar, ceburkan diri ke dalam organisasi, ketemu dengan sebanyak mungkin orang, lakukan kesalahan, dari situ mereka akan punya soft skills yang bagus," ujarnya.

"Karena problemnya adalah, perusahaan sekarang ketika merekrut karyawan tidak hanya melihat kecakapan akademis dalam pendidikan formal. Karena pendidikan formal tidak membentuk seseorang memiliki soft skills, untuk itu semua harus di kombinasikan dengan organisasi," tambahnya.

Indra mengatakan, ketika ingin masuk dunia kerja, level organisasi turut diperhatikan dan merupakan suatu nilai yang mahal. Intinya, lanjut dia, soft skills adalah sesuatu yang harus dilatih setiap hari dengan melakukan banyak cara.

"Mahasiswa masuk organisasi, pengajar ikut asosiasi, sehingga banyak bertemu orang-orang yang ahli. Jika Anda mahasiswa, saatnya sekarang melakukan kesalahan," ujarnya.
Baca Selengkapnya...

JAKARTA, KOMPAS.com - Lulus tepat waktu adalah tanggung jawab moral seorang mahasiswa. Tetapi, itu saja tidak cukup. Selain bisa menyelesaikan studi sesuai target waktu, mahasiswa juga harus betul-betul menguasai bidangnya setelah berpredikat lulus menyandang sebuah gelar.
Di kalangan perguruan tinggi dunia terjadi pergeseran wacana dan orientasi dari universitas berbasis riset menjadi enterpreneur university atau universitas berbasis kewirausahaan.
-- Arief Kusuma

Demikian diungkapkan Rektor Universitas Esa Unggul (UEU) DR Ir Arief Kusuma AP MBA, saat ditemui Kompas.com, Senin (2/5/2011). Arief mengaku belum puas meskipun saat ini rata-rata masa kelulusan mahasiswanya lebih pendek, yaitu dari yang tadinya kurang lebih lima tahun, sekarang menjadi empat tahun, bahkan bisa sampai 3,5 tahun.

"Kami ingin lulusan kami menjadi mahasiswa-mahasiswa berkualitas unggul. Mereka menjadi tenaga terdidik yang siap bersaing dengan kompetensi global, bisa diserap pasar, dan mampu membuka lapangan kerja sendiri. Tapi, kompetensi itu kan hanya mungkin ditelurkan melalui pendidikan dengan sistem mutu yang berjalan baik," ujar Arief.

Untuk itu, lanjut Arief, ia tidak hanya menekankan mahasiswanya pada capaian prestasi akademik gemilang, namun juga soft skills yang mumpuni. Potensi soft skills setiap mahasiswa, kata dia, akan mengiringi kemampuan akademik siswa di bidangnya masing-masing.

"Sehebat-hebatnya hard skills, mahasiswa tidak akan hanya butuh itu. Mereka butuh kematangan berpikir dan itu kami kembangkan lewat potensi soft skills mereka. Dunia kerja dan dunia usaha itu membutuhkan soft skills, tak cukup prestasi di perkuliahan," ujarnya.

Ia mengakui, di masa mendatang semakin berat tantangan institusi pendidikan tinggi untuk menghasilkan lulusan siap kerja dan mampu menciptakan lapangan kerja. Namun, dengan segala kesiapannya, ia yakin mampu menyongsong segala tantangan tersebut melalui tiga pilar keunggulan universitas yang ditanamkan pada anak didik dan segenap civitas akademik Universitas Esa Unggul, yaitu Kewirausahaan, Teknologi Informasi, dan Kemampuan Berkomunikasi.

"Meskipun dibuat oleh para pendiri kami di UEU, ketiga pilar ini menjadi dasar-dasar yang kokoh bagi tumbuh dan berkembangnya sebuah perguruan tinggi yang visioner dan modern karena terbukti, ketiga pilar ini ternyata sangat relevan, bahkan semakin aktual dan antisipatif terhadap tantangan dan perkembangan zaman," ujarnya.

Pilar kewirausahaan dimaksudkan untuk menciptakan kemandirian bekerja dan kemampuan lulusan menciptakan lapangan kerja. Menurutnya, sebagaimana diketahui, di banyak negara kewirausahaan kini menjadi paradigma bagi pengembangan kemandirian ekonomi dan sumber daya manusia suatu bangsa.

"Bahkan, di kalangan perguruan tinggi dunia, terjadi pergeseran wacana dan orientasi dari research university atau universitas berbasis riset menjadi enterpreneur university atau universitas berbasis kewirausahaan," kata Arief.

Untuk itu, UEU juga secara serius mengembangkan pilar kewirausahaan ini. Pilar tersebut diterapkan dengan cara memberikan pembekalan motivasi usaha bagi mahasiswa baru, mata kuliah kewirausahaan, kompetisi kreatifitas usaha dan proposal bisnis, magang kewirausahaan, seminar, diskusi, kunjungan ke industri, inkubator bisnis, penyediaan akses modal usaha bagi lulusan, konsultasi bisnis, serta penciptaan atmosfir yang mendorong spirit kewirausahan.

Pilar kedua, Teknologi Informasi, diwujudkan melalui penerapan model pembelajaran e-learning dilengkapi dengan fasilitas e-library, peralatan multimedia dalam setiap ruang kelas dan video conference. Model pembelajaran dan fasilitasnya itu ditunjang dengan sistem informasi terpadu dalam mengelola kegiatan kemahasiswaan, akademik, keuangan, penerimaan mahasiswa baru, dan kegiatan perkuliahan.

Terakhir, pilar Komunikasi, UEU mewujudkannya melalui peningkatan kemampuan berbahasa Inggris kepada para mahasiswanya. Peningkatan kemampuan tersebut dilaksanakan dengan tolok ukur TOEFL/TOEIC score, pendirian Toastmaster English Club, serta partisipasi mahasiswa dalam berbagai acara kontes dan kompetisi bahasa

"Sinergi dari ketiga pilar ini akan membuat mahasiswa benar-benar siap terjun ke dunia kerja dan usaha hingga di kancah persaingan global dunia industri," ujarnya.
Baca Selengkapnya...

SEMARANG, KOMPAS.com-Tanggung jawab pemberi beasiswa tidak sebatas hanya memberi bantuan finansial, tetapi juga harus mampu memberi nilai lebih pada mahasiswa yang menerima beasiswa.
Memberikan pelatihan tambahan sebagai pendamping studi misalnya, khususnya soft skills yang dirasakan bermanfaat saat si penerima beasiswa lulus dan harus terjun ke masyarakat.

Demikian diungkapkan Direktur Humas PT Djarum Suwarno M Serad di ajang Silaturahmi Nasional (Silatnas) Beswan Djarum 2010 di Semarang, Selasa (9/11/2010).

Menurutnya, memberikan beasiswa harus dilengkapi dengan upaya lain agar penerima beasiswa tidak cukup hanya mengandalkan kemampuan akademisnya, melainkan juga soft skills sebagai bekal hidup yang bisa menunjang seusai menempuh studi di perguruan tinggi.

"Untuk itu kami berupaya memberikan pelatihan soft skills sebagai pembentukan karakter mereka sebagai mahasiswa, entah nanti menjadi wirausaha atau dunia kerja, kelak mereka sudah siap," ujar Suwarno kepada Kompas.com menjelang jumpa pers Silatnas tersebut.

Tahun ini, 450 mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia menerima beasiswa dari PT Djarum melalui program Beswan Djarum Plus tahun akademik 2010/2011. Para penerima beasiswa Djarum atau dikenal dengan Beswan Djarum tersebut berasal dari 2.808 pelamar dari 73 perguruan tinggi di Indonesia yang lolos seleksi.

"Seperti biasanya pada setiap tahun, para Beswan itu akan mengikuti pelatihan yang meliputi tiga aspek pendidikan soft skills yaitu outbound, leadership dan practical skills, serta entrepreneurship," papar Suwarno.

Adapun acara Silatnas 2010 merupakan inagurasi yang diadakan setiap tahun untuk memperkenalkan program Djarum Beswan Plus kepada para Beswan Djarum tahun ajaran baru.

Acara diisi antara lain dengan talk show bertema Digital Media dan Perkembangannya, serta Wawasan Kebangsaan yang menghadirkan Oei Wirianto dari Kaskus, Arifin Bong dari Redbuzz, serta Emha Ainun Najib sebagai pembicara.
Baca Selengkapnya...

BANDUNG, KOMPAS.com - Belajar memecahkan masalah, memiliki empati terhadap orang lain, serta bisa mengambil keputusan dengan cepat dan berani mempertanggung jawabkan keputusannya tidak serta-merta didapatkan seorang mahasiswa melalui teori-teori diktat kuliah dan ceramah dosen di dalam kelas. Pendidikan karakter memang tidak dapat digarap secara teoritis, tapi langsung diterapkan di lapangan melalui serangkaian simulasi memecahkan permasalahan baik secara individu maupun kerjasama.
Output pelatihan ini baru terasa dan mereka aplikasikan saat mereka mulai bertemu masalah di kampus, di rumah dan di masyarakat. Ada perubahan pada sikap dan perilaku mereka.
-- Roni Aprilyanto

Demikian dituturkan Roni Aprilyanto, instruktur sekaligus direktur Zone 235, yaitu sebuah operator pelatihan di alam terbuka (outbound), saat bertugas memberikan pelatihan outbound bagi 450 mahasiswa/mahasiswi penerima beasiswa Djarum atau Beswan Djarum Plus di Cikole, Lembang, Bandung, Jawa Barat, Kamis-Jumat (27-28/1/2011). Menurutnya, pendidikan karakter tak bisa ditanamkan lewat teori-teori, tetapi harus diuji dalam bentuk simulasi asah kemampuan individu dan kerjasama secara langsung.

"Dan, alam bebas adalah sarana yang tepat untuk mengasah kedua hal itu. Dalam kondisi yang serba tidak biasa seperti di rumah atau kampus, mahasiswa kami ajak memecahkan masalah yang sulit, baik secara individu maupun berkelompok," papar Roni kepada Kompas.com, Jumat (28/1/20110).

Untuk itu, selama dua hari di hutan pinus Cikole tersebut para mahasiswa diajak berkemah dan menuntaskan 13 simulasi pemecahan masalah secara individu (individual games) dan berkelompok (team work games) yang disiapkan para instruktur Zone 235.

"Untuk individu, fokus pelatihan ini adalah memupuk rasa percaya diri, tingginya empati, serta leadership skill. Nantinya, dari tujuan simulasi individu itu kami padukan dengan team work, yaitu bagaimana rasa percaya mereka itu digunakan untuk memimpin timnya, keberanian berbicara dan mengambil keputusan, serta punya empati tinggi terhadap kesulitan anggota tim saat menghadapi masalah," kata Roni.

Roni menuturkan, sepanjang pengalamannya menjadi instruktur outbound, ia sadar, bahwa saat ini semakin terjadi pergeseran sikap dan perilaku pada anak-anak muda, khususnya mahasiswa, dalam hal empati dan sopan-santun. Di sisi lain, bermacam persoalan bangsa mulai dari korupsi, perpecahan akibat isu SARA, serta narkoba, sangat rentan untuk menjadikan anak-anak muda semakin individualis dan apatis.

"Memang, sepulang dari kegiatan ini mereka (mahasiswa) tidak serta berubah seratus persen. Karena biasanya, output dari pelatihan ini baru terasa dan mereka aplikasikan ketika mereka mulai bertemu masalah di kampus, di rumah dan di masyarakat. Ada perubahan pada sikap dan perilaku mereka," ungkapnya.

M Budi Santoso, Corporate Communication Officer PT Djarum, mengatakan Pelatihan Outbound "Achievement Motivation Training" adalah tradisi wajib bagi mahasiswa penerima Beswan Djarum. Sebagai pemberi beasiswa, Djarum merasa perlu memberikan "nilai lebih" dari sekadar membantu meningkatkan kualitas akademis mahasiswa yang menerima beasiswa, yaitu soft skills.

"Untuk benar-benar terjun ke masyarakat, mahasiswa saat ini semakin tidak cukup hanya mengandalkan kemampuan akademisnya, namun juga karakter mereka yang baik, apakah nantinya untuk bekerja di perusahaan atau menjadi seorang entrepreneur. Kami ingin, para penerima beasiswa kami bisa mengambil manfaat pelatihan ini, karena kami tahu, soft skills tidak seutuhnya mereka dapatkan di bangku kuliah," ujar Budi.

Ia mengatakan, pendidikan soft skills merupakan satu pilar pendidikan yang tidak didapatkan secara utuh di bangku pendidikan formal. Besarnya output dari pilar pendidikan ini menjadikan soft skills mutlak diperlukan dan diberikan untuk mengiringi hard skills para mahasiswa yang kelak akan terjun ke masyarakat setelah lulus nanti.

Outbound ini sendiri, lanjut Budi, merupakan satu dari beberapa pelatihan soft skills yang diberikan Djarum kepada para penerima beasiswanya. Tahap selanjutnya, beberapa bulan ke depan para penerima Beswan Djarum tersebut bersiap mengikuti dare to be a Leader atau DTL, yaitu program untuk memberikan wawasan yang lebih luas kepada para mahasiswa tentang kepemimpinan.

"Dare to be a Leader dipersiapkan agar bekal kepemimpinan mahasiswa penerima beasiswa semakin terasah mulai dari definisi, peran, tanggung jawab, hingga strategi jitu untuk memimpin," katanya.
Baca Selengkapnya...

JAKARTA, KOMPAS.com - Selama menjalani pendidikan formal, mahasiswa perlu didorong untuk mengasah soft skills yang nantinya berguna ketika memasuki dunia kerja. Untuk itu, perguruan tinggi mulai memperkuat pusat pengembangan karir yang menjadi wadah untuk mempertemukan dunia usaha atau industri dengan pencari kerja dari perguruan tinggi, memperluas kesempatan magang, hingga menggelar pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan soft skills.
Mahasiswa jangan hanya fokus belajar. Justru, mahasiswa juga perlu aktif dalam berbagai kegiatan atau organisasi.
-- Nurhadi

Nurhadi, Direktur Pusat Informasi Karir atau ECC Universitas Gadjah Mada (UGM) yang dihubungi dari Jakarta, Jumat (11/2/2011), mengatakan mahasiswa jangan hanya fokus belajar. Justru, mahasiswa juga perlu aktif dalam berbagai kegiatan atau organisasi.

"Kesempatan seperti itu bagus untuk melatih soft skills yang nantinya berguna dan dibutuhkan di dunia kerja," kata Nurhadi.

Menurut Nurhadi, soft skills yang dibutuhkan terutama memiliki keterampilan dalam berhubungan dengan orang lain, kemampuan beradaptasi, memiliki jiwa kepemimpinan, dan keterampilan berkomunikasi. Selain itu, rasa percaya diri dan kemampuan berbahasa Inggris harus dipertebal.

"Tetapi, sekarang yang tak kalah penting juga masalah kesehatan. Banyak lulusan mahasiswa yang tidak lolos tes bukan karena gagal di psikotes, tetapi kesehatan. Masalah kesehatan yang tertinggi terutama kolesterol dan jantung. Masalah gaya hidup sehat ini juga perlu dipopulerkan di pendidikan kita," kata Nurhadi.

Nurhadi mengatakan, ECC UGM memberikan berbagai program pelatihan soft skills, praktik dan kerja industri, konsultasi karir, hingga memberikan informasi lowongan kerja. Kegiatan pameran bursa kerja yang juga terbuka untuk umum rutin digelar.

Selain UGM, program serupa juga dilakukan oleh Career Development Center Universitas Indonesia (CDC UI) yang berada di bawah Departemen Alumni UI. Kegiatan semacam pameran karir dan beasiswa diadakan tak lama setelah wisuda di UI. Tujuannya untuk mempertemukan para lulusan UI yang hendak mencari kerja dengan perusahaan-perusahaan atau yang hendak melanjutkan kuliah dengan lembaga pemberi beasiswa maupun kampus.

Menteri Tenaga Kerja Muhaimin Iskandar mengatakan, siswa di pendidikan menengah dan mahasiswa perlu dibantu sedini mungkin untuk bisa merencanakan karirnya di masa mendatang. Selain itu, perusahaan juga didorong untuk membuka pemagangan untuk memberi pengalaman kerja yang berguna dalam mendeteksi kualitas calon-calon tenaga kerja.

"Kami juga berkoordinasi dengan Kementerian Pendidikan Nasional supaya kualitas pendidikan formal terus ditingkatkan. Rendahnya tingkat pendidikan dan keterampilan perlu diatasi dengan kerjasama berbagai pihak, termasuk lembaga pendidikan formal," kata Muhaimin.

Menurutnya, pemerintah juga terus mendorong agar anak muda mempunyai motivasi untuk menciptakan lapangan pekerjaan sendiri. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mendorong pelatihan untuk menciptakan wirausaha mandiri agar bisa menyelesaikan persoalan pengangguran.

"Target tahun ini sedikitnya 10.000 wirausahawan muda tercipta," kata Muhaimin.
Nurhadi menambahkan, program kewirausahaan memang perlu terus digalakkan. Di UGM, lulusan yang terserap di perusahaan sekitar 50 persen.

"Selebihnya banyak yang mulai tertarik untuk berwirausaha," ujar Nurhadi.
Pengusaha Ciputra mengingatkan supaya pemerintah serius menyiapkan generasi entrpreneur di negeri ini. Upaya itu bisa melalui dunia pendidikan dan pelatihan-pelatihan di masyarakat.
Baca Selengkapnya...